Definisi
Pendengaran normal ialah dapat mendengar pembicaraan biasa dan tidak ada kesukaran mendengar suara perlahan. Secara fisiologis telinga manusia dapat mendengar suara dengan interval 20 – 20000 Hz.
Tuli adalah keadaan dimana individu tidak dapat mendengar sama sekali (total deafness), suatu bentuk ekstrim dari kekurangan pendengaran (Dullah,1977). Pendapat lain menyatakan bahwa tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat berat.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tuli adalah keadaan dimana individu tidak dapat mendengar nada antara 20-20.000 Hz.
Etiologi dan macam gangguan pendengaran
Menurut Iskandar (1993), tuli dibagi menjadi 3 yaitu
1. Tuli Konduktif (Tuli Hantar)
Yaitu bila keadaan kelainan terdapat di telinga luar dan tengah. Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara disebabkan oleh kelainan/penyakit di telinga luar atau tengah, dan pada umumnya tuli hantaran dapat disembuhkan.
Etiologi tuli konduktif : sumbatan liang telinga, sumbatan pipa eustacheus, perforasi gendang telinga, diskontinuitas rantai tulang dengar, fiksasi rantai tulang-tulang pendengaran.
2. Tuli Saraf (Sensorineural deafness)
Pada tuli saraf kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus vili atau di pusat pendengaran.
Etiologi karena kerusakan saraf pendengaran pada : kelainan di telinga dalam, tumor di otak dekat saraf pendengaran, ibu yang sedang hamil sakit sehingga mengganggu pertumbuhan janin, pada usia lanjut, akibat bising terus menerus, penyakit tuli mendadak, keracunan obat.
3. Tuli campur (mixed deafness)
Disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli saraf. Tuli campur dapat merupakan suatu penyakit, misal : radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam / merupakan dua penyakit yang berlainan misal, tumor nervus VIII dengan radang telinga tengah (tuli konduktif)
Menurut Iswari, penyebab penurunan fungsi pendengaran adalah
a. Suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif)
b. Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak (penurunan fungsi pendengaran sensorineural)
Dampak ketulian bagi tubuh
· Timbul keletihan
· Acuh, mudah mengalami depresi
· Tidak nyaman dengan lingkungannya, menarik diri
· Tidak bisa berespons, komunikasi kurang
· Timbul kecurigaan
Pemeriksaan Ketulian
1) Pemeriksaan dengan garputala
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan menempatkan garputala yang telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara harus melewati udara agar sampai ke telinga.
Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluaran telinga, telinga tengah, telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak.
Pendengaran melalui hantaran tulang dinilai dengan menempatkan ujung pegangan garputala yang telah digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol di belakang telinga). Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam, koklea mengandung sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang saraf yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf pendengaran. Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf pendengaran di otak.
Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran tulang normal, dikatakan terjadi tuli konduktif
Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensorineural.
2) Audiometri
Menggunakan suatu alat “audiometer” yang menghasilkan suara dengan ketinggian dan volume tertentu.
Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya. Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
3) Audiometri Ambang bicara
Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa dimengerti. Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu. Dilakukan perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar.
4) Diskriminasi
Dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama. Digunakan kata-kata yang bunyinya hampir sama. Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (presentasi kata yang diulang dengan benar) biasanya berada dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada dibawah normal. Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah normal.
5) Timpanometri
Merupakan sejenis audiometri yang mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif.
Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga. Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa :
ü Penyumbatan tuba eustacheus
ü Cairan di dalam telinga tengah
ü Kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga tengah.
Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yang melekat pada tulang stapes. Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat otot stapedius tidak dapat berkontraksi selama telinga menerima suara yang gaduh.
6) Respon auditoris batang otak
Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat rangsangan pada saraf pendengaran.
Respon auditoris batang otak juga dapat digunakan untuk memantau fungsi otak tertentu pada penderita koma atau penderita yang menjalani pembedahan otak.
7) Elektrokokleografi
Digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf pendengaran. Elektrokokleografi dan respon auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilai pendengaran pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadar terhadap suara, misal untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi, hipakusis psikogenik (pura-pura tuli).
Alat bantu dengar tuli
a. Alat bantu dengar
Merupakan alat elektronik yang dioperasikan dengan bateri yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan lancar. Alat bantu dengar terdiri dari sebuah mikrofon untuk menangkap suara, amplifier untuk meningkatkan volume suara, speaker untuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan. Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural.
b. Alat bantu dengar hantaran udara
Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka
c. Alat bantu dengar hantaran tulang
Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika keluar cairan dari telinganya (otorea). Alat ini dipasang di kepala biasanya dibelakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis. Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam. Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga.
d. Pencangkokan koklea
Implan / pencangkokan koklea dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar. Alat ini dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian :
v Sebuah microfon untuk menangkap suara dari sekitar
v Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara yang tertangkap mikrofon
v Sebuah transmitter dan stimulator / penerima yang berfungsi menerima sinyal dari prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik
v Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan mengirimnya ke otak.
Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar. Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara, implan koklea menggantikan fungsi dari bagian telinga yang mengalami kerusakan.
Referensi :
Cowan, 1995, Mengatasi Gangguan Telinga, Arcan, Jakarta
Iskandar N,1993, Apa Yang Anda Perlu Ketahui Tentang Penyakit Telinga Hidung Dan Tenggorokan, FKUI, Jakarta